Assalamaualaikum, hai, selamat pagi!
Ya, di sini saat aku menulis, Yogyakarta masih pagi, jadi ucapan selamatnya
selamat pagi ya, tidak masalah bukan? Tapi aku berharap saat kalian membaca
tulisanku ini, pagi, siang, sore ataupun malam, kalian dalam keadaan yang
selamat, sentosa, tentram dan bahagia ya. Aamin. *senyum manis sama kalian*
Anyway, namaku
Mutiara, orang-orang di sekitarku sering memanggilku dengan Mutia. Tapi kalau
di rumah, keluargaku, terutama Mama sering memanggiku Pearl. Oh, ya berbeda
dengan Mama, Papaku senang sekali menyebut namaku yang panjang jika memanggilku
dari kejauhan. Tidak hanya namaku sih sebenarnya nama adik kakakku juga ia panggil seperti itu.
“Mutiara Hamemayu Bhumi...! Sini nak, Papa
punya kue buat kamu!” Entahlah kebiasaan Papa itu sangat kucintai, aku merasa
senang dan selalu merindukan panggilan itu setiap saat. Sebab hanya wali
kelasku saat memanggil anak-anak untuk di presensi, dan Papa saja yang
memanggil nama lengkapku, and guess whatt!
Papalah yang memecahkan rekor memanggil nama lengkapku setiap saat. Bagaimana
aku tidak merindukan panggilan Papa, jika Papa memanggiku selalu dengan seperti
itu. Dan anehnya, Kak Berlian, Bang Sultan dan Dek Intan tidak latah ikut-ikut Papa dan Mama memanggiku
dengan sebutan lain, mereka normal memanggiku dengan panggilan Dek Mutia dan
Kak Mutia. Hahaha, begitulah keluargaku yang selalu hangat, menyenangkan, dan unyuuu!
*pasang senyum manis, mata disipitin*
Oh
ya, kalian merasa asing tidak dengan namaku? Atau kalian pernah menemukan nama
sepertiku?
“Ya
mungkin saja Mutiara, dunia inikan luas, banyaklah yang memiliki nama seperti
kamu!”
“Ya
ya ya pantulan cermin, aku tau, dan aku paham. Gak usah ngotot gitu deh, biasa
aja deh Nona Mutiara!” *jadi ceritanya barusan itu aku ngomong sama cermin, ehe*
Baiklah, pasti kalian setuju ya banyak yang
memiliki nama sepertiku, tapi perkenankanlah aku Mutiara menjelaskan arti dari
namaku. Ini aku dapatkan saat aku masih duduk di bangku kelas tujuh SMP. Saat itu
aku merasa gelisah, kenapa hal yang sehari-hari aku dengar aku tak tau artinya,
aku merasa aku perlu mengetahui hal yang terdekat denganku sebelum mengetahui
hal lain yang lebih rumit. Ya seperti namaku mungkin, dan akupun bertanya
kepada Mama dan Papa mengenai arti namaku. Saat itu Papalah yang paling
bersemangat memnceritakan apa arti namaku sebenarnya. Mutiara Hamemayu Bhumi, memiliki
arti yang membuat mataku berbinar-binar saat Papa menceritakan arti namaku yang
indah. Yakni mutiara yang membuat cantik dunia.
Cantik
ya namaku, alhamdulillah, syukur kepada Allah aku diberikan Mama dan Papa yang
begitu menyayangiku hingga dengan baik hati mereka memberikan nama yang indah
untukku. Makasih ya Ma, Pa, besok Pearl akan memberi nama yang cantik dan
bermakna juga untuk putra-putri Pearl. Biar Mama dan Papa punya cucu yang lucu
juga bagus namanya. Hoh, malah salah fokus! Kembali ke pembicaraan semula. Ya begitulah
arti namaku yang sungguh bermakna, semoga doa mereka yang tersemat dalam namaku
dapat terkabul ya. Amin ya Rabb.
Tentang
kata cantik, emmm, beberapa orang sering memanggiku cantik. Entahlah, apa
wajahku memang menurun dari Mama yang mirip dengan Astri Ivo, grand
ambasadornya jilbab Rabbani itu? Kalau iya, mungkin aku cantik, sebab tak
pernah ada orang yang tak berkata bahwa Mama tak cantik. Mungkin lho ya, sebab
aku sendiri merasa bahwa aku biasa saja. Setiap kami jalan bersama-sama pasti
Mama disangka anak pertama Papa dan Kak Berlian anak ke dua, hahaha, ya, selain
cantik mama juga awet muda. Selalu disangka kakak kami ketika jalan bersama. Sebenarnya
Papa juga belum terlalu tua sih, tapi tetap saja sudah terlihat tua hahaha,
maaf ya Pa, Mutiara Cuma ingin jujur xD.
Ada
satu temanku yang benar-benar merubah namaku jadi Cantik. Setiap bertemu
denganku pasti ia memanggilku dengan nama Cantik. Namanya Garden, Gardenia,
anaknya sangat baik, ramah, menyenangkan, tidak pernah marah, dan ceria sekali
sepertiku. Aku senang bersahabat dengannya, kami selalu kompak dalam hal
pembicaraan apapun, itulah hal yang membuatku merasa nyaman bila di dekatnya,
kecuali..., kecuali panggilan Cantik itu. Sungguh ya, mungkin orang-orang yang
tak mengenalku yang melihat kami sedang mengobrol, pasti menebak namaku Cantik,
sebab Garden selalu saja memanggilku dengan Cantik, seakan lupa nama asliku
Mutiara. Ya baiklah aku biarkan saja dia memanggiku Cantik, toh itu panggilan
sayangnya dia ke aku, hanya aku jadi agak rikuh
jika dipanggil dengan Cantik.
Kemudian
adik tingkatku di kampus, adik dua tingkat di bawahku. Entah kenapa ya, dia selalu
memiliki beribu keberanian untuk mendatangiku yang masih di antara gerombolan teman-temanku, dan ia memujiku dengan tatapan yang
ujar teman-temanku ‘terpesona’ kepadaku di saat aku selesai keluar kelas dan
tak sengaja bertemu dengannya. Namanya Ronald, dia selalu berkata seperti ini.
“Ya
ampun Mbak Mutiara, kamu kok cantik banget sih mbaak” Atau saat aku tak ada, dan ia ngobrol dengan teman-teman dekatku
seputar aku. “Mbak Mutiara itu kok bisa cantik banget ya mbak, sejuk banget kalau
memandang dia tuh”. Aku tau bukan karena aku KEPO, tapi karena memang
teman-temanku selalu bercerita geli padaku jika menyangkut tentang Ronald lucu
yang bersemangat membicarakan aku saat aku tak ada. Aku hanya tersenyum,
kemudian membalas sapaannya dengan ucapan terimakasih dan lekas berlalu jika
Ronald mulai mendatangiku. Aku hanya merasa malu jika Ronald berlebihan seperti
itu. Tapi sejujurnya dia orang yang baik.
Di
Yogyakarta, keluarga kami memiliki warung Cap Cay favorit yang enak dan tak
pernah absen untuk selalu kami datangi. Sebenarnya bukan kami sih, tapi aku. Hehehe.
Semuanya memang suka dengan Cap Cay, tapi panggil aku Mutiara si pencinta Cap Cay
kuah milik Bu Ning. Haha hampir setiap hari aku makan Cap Cay kuah pedes di Bu Ning,
hingga Bu Ning yang ramah sangat hafal denganku, dan selalu memanggilku dari
arah kejauhan saat aku akan memasuki pekarangan warungya.
“Eh,
Cantik datang, pesen biasa ya? Tunggu bentar ya, antriannya nggak lama kok”.
“Sudah
cantik, jadi sama teh anget tadi jadinya tujuh ribu ya, makasih cantik”.
Begitulah
Bu Ning memanggilku dengan bersemangat dan tersenyum lebar. Padahal entah kenapa
ujar teman-temanku yang pernah beli di Bu Ning, Bu Ning itu memiliki wajah yang
sangat jutek jika melayani mereka. Ah, entahlah kalau bersamaku di tersenyum
cantik kok. Hahaha, Bu Ning yang baik, terimakasih ya Bu Ning atas senyum
spesialnya, Mutiara jadi terharu.
Well,
dari semua panggilan yang kumilki, panggilan orang-orang tersayang yang semoga
melihatku dan menyayangiku bukan karena paras yang diberikan Allah ini saja, namun
juga dari sikapku, tindak tandukku, dan tutur kataku yang berusaha selalu
menjadi baik, aku sampai sekarang tetap menyukai nama Mutiara. Semoga namaku
yang memiliki doa yang indah ini terkabul ya. Menjadi mutiara yang membuat cantik dunia.
Sebab
kecantikan paras wajah ini akan memudar, namun kecantikan jiwa, hati, dan sikap
akan tetap abadi dan terkenang. Kecantikan dari dalam, pasti lebih berguna
membuat cantik dunia daripada hanya sekedar kecantika wajah yang hanya berujung
pada mengindahkan pandangan. Semoga Allah mudahkan harapku ini. Aamin. *tolong aaminkan doa Mutiara ini ya teman-teman ehehehe, Jazakallah* (^____^*)
*Tulisan ini aku tulis seusai ujian Belanda yang bikin jilbabku kriting hahaha! Dan mengetik dengan nyaman di America Corner tempat indah yang seperti rumah yang berada di film Lake House. Semua dindingnya kaca lho! So beautifull, aku menulis sembari melihat ke iringan awan yang bergerak perlahan dan rimbunnya pepohonan di sekitar perpustakaan UGM. Subhanallah. Oh ya, kisah ini terispirasi dari mbak-mbak yang banyak orang berkata ia cantik, beberapa tokohnya nyata. Hahaha, hope this word is wise ^^
Asa G. Lizadi
Yogyakarta, 27 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar