Powered By Blogger

Senin, 25 Juni 2012

Tetes Peluhnya Pekat Penuh Cinta



Perlahan aku menutup buku cerita kisah-kisah teladan bergambar yang dikemas layaknya dongeng, dipangkuanku Ghiyast putraku yang berumur empat tahun telah tertidur pulas. Terdengar pelan dengkuran kecilnya. Mungkin ia sangat lelah, aku mengusap lembut keningnya, lalu kukecup pipi tembemnya itu dengan penuh kasih sayang.
Mas Andri yang duduk di karpet tak jauh dari kami dengan laptop menyala di depannya, sedikit merubah arah duduknya dan menoleh ke arahku yang duduk di atas sofa. Ia melepas kacamata minusnya, lalu memijit-mijit bagian antara mata. Sepertinya suamiku itu juga lelah.
“Ghiyast tidur Dek?” Tanyanya kepadaku sembari mengenakan kacamatanya lagi.
Aku mengangguk, lalu ia pun bergegas berdiri dan mendekatiku, pelan-pelan ia angkat Ghiyast dan memindahkannya ke dalam kamar, aku mengikuti suami dan anakku itu dari belakang. Setelah menidurkan jagoan kecil kami di kamar, kami keluar dan duduk di sofa ruang keluarga yang seperti  perpustakaan ini, karena dikelilingi banyak rak buku penuh berjejer rapi. Mas Andri membiarkan laptopnya menyala begitu saja.
Kami duduk dalam diam sejenak, aku menoleh ke arah Mas Andri yang tampak capek, dengan lembut kuraih tangan Mas Andri dan kugenggam, lelaki yang kucintai itu menoleh ke arah wajahku, tiba-tiba dengan kompak kamipun tertawa geli. Lalu ia merangkulku dengan lembut.
“Hari ini gimana Dek, capek banget ya?” suamiku tersayang itu bertanya kepadaku. Memulai pembicaraan kami di malam ini.
Aku tersenyum lembut.
“Enggak kok mas, hari ini alhamdulillah menyenangkan seperti hari-hari yang lalu, semua kerjaan beres, Ghiyast juga enggak rewel jadi Bunda cepet kerjannya.” Jelasku pada laki-laki yang melamarku empat tahun yang lalu dengan penuh cinta itu.
“Hemmm jagoan kecilku Ghiyast  kelihatannya capek banget ya?”
“Iya mas, tadi selepas kumandikan katanya dia mau nunggu Ayah di luar, sembari main di luar bareng anak-anak komplek.”
“Iya tadi Ghiyast langsung lari tau mobil Ayahnya datang, belum aku buka pintunya aja Ghiyast udah ribut minta gendong, tadi aku rasanya capek banget, tapi lihat Ghiyast yang girang menyambut Ayahnya yang ganteng ini datang, rasa capeknya lenyap menguap begitu aja Dek, apalagi lihat Ghiyast udah rapi wangi lagi.” Suamiku tersenyum geli membayangkan jagoan kecilnya yang begitu menggemaskan tadi.
Aku tersenyum bahagia dan gemas juga kearah suamiku yang bercerita panjang lebar menceritakan Ghiyast. Wajahnya tampak berseri-seri senang. Rasanya melihat wajahnya yang capai tersapu senyum dan tawa girang saat menceritakan jagoan kecilnya, membuatku merasakan sama halnya apa yang ia rasa. Sangat bahagia.
Sejenak aku tersadar sepertinya suamiku terlihat jenuh setelah lama berkutat di depan laptopnya.
“Sayang, mau Bunda buatkan teh hangat, atau mau Bunda buatkan kopi?” tanyaku padanya. Aku selalu menyebut diriku ini Bunda di depannya walau Mas Andri sampai sekarang tetap memanggilku dengan sebutan “Dek”.
“Wah cocok nih, aku mau kopi aja Dek, lama nggak minum kopi!” ujarnya bersemangat.
Aku pun bangkit dari sofa untuk menuju kedapur, saat akan melangkah tiba-tiba mas Andri menarik tanganku pelan. Aku menoleh ke arahnya dengan alis berkerut. Suamiku itu menatapku dalam-dalam, menggenggam tanganku dengan sepenuh hati.
“Dek, dari hati yang terdalam aku suamimu dan Ghiyast yang sangat sangat sangat mencintaimu ingin mengucapkan terimakasih, terimakasih  telah mengurus semua urusan rumah tangga kita ini dengan ikhlas, mengurus Ghiyast dengan penuh perhatian, penuh kasih sayang. Dan engkau sebagai istri dan Ibu yang shalihah mengurusku dengan penuh rasa cinta, aku dan Ghiyast bahagia dek, sungguh. Tak ada kata-kata yang bisa kami ucapkan selain rasa cinta dan sayang kami untukmu. Terimakasih ya sayang.”
Ceesss! Hati ini begitu terharu saat ucapan terimakasih dan sayang itu terlontarkan, sungguh tak bisa ku bendung rasa haru ini. Betapa bahagianya pekerjaan-pekerjaan itu selesai dengan tanganku sendiri, dan ada sebaris ucapan terimakasih untuk imbalan dari semua itu. Sungguh demi Allah, aku tidak meminta imbalan dari semua yang aku kerjakan ini, karena memang sudah kewajibanku sebagai seorang istri dan Ibu untuk menyelesaikan tugas-tugas itu. dan akupun mengerti, jihadku sebagai seorang wanita adalah berbakti kepada suami, mendidik anak-anakku, dan mengurus rumah tanggaku. Namun walau bagaimanapun aku tetaplah manusia biasa yang sangat bahagia ketika ucapan terimakasih itu ada. Ada untuk sekedar mengungkapkan rasa sayang.
“Iya Mas. Bunda ikhlas menjalani semua ini, inikan memang kewajiban Bunda” Ujarku terharu hampir meneteskan air mata, namun segera ku sapu dengan tanganku. Lelaki yang ku cintai itu pun tampak sama, tersenyum penuh haru ke arahku.
“Eemmm, jadi nggak nih buatin kopinya, kok tangan Bunda masih di genggam aja mas? ” Candaku mencairkan suasana yang mengharu biru itu sembari tersenyum ke arahnya. Mas Andri tertawa geli mendengarkan candaku yang tidak ada unsur humornya sedikit pun.
“Hahaha maaf ya sayang, okedeh buatkan kopi yang mantab ya Dek!” Ujarnya masih geli sembari melepas tanganku yang di gennggamnya tadi. Lalu turun dari sofa menuju laptopnya yang sedari tadi ia biarkan menyala.
Dan aku berjalan menuju ke arah dapur.
“Hiksss!”
Jadi terharu, sungguh indah betul ucapan terimakasih itu. Andai semua orang mengetahui bahwa Ibu dan Istri mereka bahagia ketika ucapan terimakasih itu terlontarkan dari mulut mereka. Seperti mantra ajaib yang membuat orang yang mendengarnya merasa senang dan bahagia.
 Sayup-sayup dari ruang keluarga terdengar iklan yang di iringi nyanyian, sepertinya mas Andri menghidupkan TV.
Tetes peluhnya
Pekat penuh cinta
Gerak langkahnya
Bahasa tubuhnya
Sarat sinar kasih
Ibu merawat tanpa pamrih
Selamanya...
“Huwaaa...!”  Jadi pengen nangis, mendengar iklan sebuah susu cair ternama itu. Subhanallah maha suci Allah yang menganugerahkan kasih sayang  dalam setiap rasa, anunugerah ini begitu indah, anugerah indahnya menjadi Ibu.

-Selesai-

*Cerita ini terinspirasi dari kedua orang tuaku yang selalu romantis, dan kompak dalam mendidik putra-putrinya. Tulisan ini aku tulis sewaktu aku kelas 12 ^^ ♥


Asa G. Lizadi 
29 November 2008

7 komentar:

  1. kak Asa, aku meleleh bacanya, subhanAllah kak ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih ya Dit, blogmu juga, bikin aku ketawa geli hahaha, unyuuu xD

      Hapus
  2. tulisan ini, aku ingat pernah membacanya. Ada di notes FB-mu bukan ya?

    P.S: romantis abis =)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benaaar! Selamat anda dapat payung cantik :D hahaha. Tapi waktu dulu di FB itu, teknik penulisannya belum benar bang, banyak yang salah, jadi ku edit lagi bahasanya agar enak untuk dibaca. Kan sudah dapat kuliah penyuntingan, jadi harus dipraktekkan lah ilmunya. Kalau masih ada yang salah berarti aku kurang cermat itu haha ngeditnya maklum baru ku edit dua kali pembacaan hehehe.
      Thanks a lot bang, terinspirasi dari Bapak dan Ibu yang juga always romantis haha ^^

      Hapus
    2. ntar kalo udah terbit buku karya Asa sendiri, ingatkan aku ya untuk jadi pembeli pertama & orang yang dapat tanda-tangan penulisnya yang pertama juga.. =)

      ditunggu lho,hehe.. dan semoga keluarganya makin nambah romantis deh.. ^^

      Hapus
    3. Hahaha, iya Bang Iwan, Insyaallah, Amin, terimakasih doanya indah mbanget, semoga ya bisa jadi penulis yang memberi kontribusi hikmah di dalam karyaku.

      Aamin, semoga Ayah dan Ibumu juga tambah romantis wkwkwkw :D :D :D

      Hapus
  3. Sae Sanget mba' Asa . . . . .

    BalasHapus