Powered By Blogger

Kamis, 07 Juli 2011

Langkah Perjalanan Penelitian Pangalengan


27 April 2011
Sekitar pukul 17.00, bus yang akan kami tumpangi rencananya berangkat menuju kota Bandung. Karena itulah saat kami membeli tiket  yang berharga 70.000 rupiah itu, kami bersepakat untuk berangkat ke agen bus pukul 16.45 pada waktu hari H datang. Dan waktu kami sampai di agen bus Kramat Djati yang terletak di daerah Terban, ternyata bus yang akan kami tumpangi  belum datang. Jadilah kami menunggu.
Tidak lama kemudian bus Kramat Djati berplatkan D 7862 AA datang dan membawa kami melaju ke jalanan yang penuh dengan hiruk pikuk kehidupan. Namun sebelum kami beranjak pergi meninggalkan Yogyakarta. Kami berfoto ria terlebih dahulu didepan bus Kramat Djati. Sebagai tanda awal perjalanan mbolang dan backpakeran kami. Narsis itu juga penting banget gitu loooh, hehehe.
Didalam bus kami langsung mencari kursi kami yang bernomorkan 9, 10 dan 11. Pemandangan di dalam bus terlihat lengang dan dengan riang gembira kami memulai perjalanan kami ke Pangalengan, Bandung. Kami merasa bis ini milik kami bertiga karena tak banyak penumpang yang tampak di dalamnya hehe.
Ah iya, didalam bus tentunya kami mengabadikan momen-momen perjalan kami dengan berfoto-foto ria. Karena kami terlalu norak-norak bergembira, ada salah satu adik kecil yang menjadi salah satu penumpang di bus Kramat Djati ini yang sedari awal kami bernasis ria memperhatikan kami terus. Karena gemes akhirnya  kami godain saja adik kecil itu, kami ajak foto-foto juga. Yang paling exited dengan anak kecil itu rekan kami yang bernama Asa. Di dalam bus tidak henti-hentinya dia bermain-main dengan adik kecil itu, mungkin karena tempat duduk mereka yang depan belakang, atau mungkin juga rekan kami yang bernama Asa ini memang pecinta kanak-kanak? Entahlah hanya dia yang tau misteri itu (hallaah...). Dari tingkahnya sih dia memang masih sok kekanak-kanakan---a.
Bus Kramat Djati melaju dengan kencang sekencang debaran hati kami yang akan menginjakkan kaki di tanah asing yang belum pernah kami kunjungi. Setelah bergosip ria, nyanyi-nyanyi lirih, joget-joget gak jelas, ketawa-ketiwi, ngemil-ngemil, makan bekal dan rekan kami Ihya dan Lucia sedikit bercerita horor, kami pun terlelap.

28 April 2011
            Setelah melakukan perjalanan yang menyenangkan dari Yogya—Bandung, puji syukur kepada Tuhan kami sampai di Bandung pukul 05.00 di daerah Tegalega. Tujuan pertama kami adalah mencari masjid. Walau kami sedang dalam perjalanan jauh, kami merasa harus tetap berdoa dan menjaga solat lima waktu kami agar tepat pada waktunya. Tentunya agar kami senantiasa dimudahkan urusannya oleh Tuhan selama penelitian ini.
 Setelah bertanya dengan orang disekitar kami. Akhirnya kami berjalan menelusuri sebuah gang kecil, kami menemukan sebuah masjid yang tak begitu besar namun cukup nyaman. Kami menyebutnya nyaman karena bersih dan ada kamar mandi yang saat ini benar-benar kami butuhkan untuk bersih-bersih diri sebelum melanjutkan perjalanan ke titik pengamatan di kecamatan Pangalengan.
Di masjid yang nyaman ini kami disambut ramah oleh takmir masjid dan warga sekitar yang merasa kasihan kepada kami. Tiga gadis kucel yang membawa tas dan bawaan penuh membuat penasaran mereka untuk bertanya dari mana kami datang. Setelah mengetahui kami datang dari daerah nun jauh dari tempat ini mereka semakin terlihat mengasihani kami. Kami dipersilahkan istirahat terlebih dahulu di masjid. Mereka juga mempersilahkan kami memakai kamar mandi masjid untuk kami mandi.
Ujar salah satu bapak-bapak yang tadi menjadi jamaah solat di masjid ini
“Udah neng-neng ini istirahat dulu ajah, ntar bapak anterin ke angkutan yang ke jalan tempat nyetop bis jurusan Pangalengan”
Ah leganya hati kami, baru saja sampai Bandung, kami sudah bertemu dengan orang-orang baik. Pun saat kami istirahat di masjid itu kami disuguhi teh hangat oleh takmir masjid. Benar-benar beruntung.
Pukul 07.30 kami berpamitan dengan takmir masjid, dan diantar oleh bapak-bapak yang menawarkan diri untuk mengantarkan kami ke angkutan yang turun dijalan tempat lewat bus yang menuju Pangalengan. Kami naik angkutan warna hijau sembari melambaikan tangan berpamitan kepada bapak baik yang tak kami ketahui siapa namanya itu. Yang kami tau ia telah menolong kami dan berhati baik.
Kami turun di terminal Tegalega setelah membayar 2000 rupiah per anak. Kami menunggu barang sejenak setelah bertanya kepada bapak-bapak yang terlihat seram dan garang penjual minuman kemasan di pinggir jalan dekat kami turun tadi. Ternyata hanya bentuknya saja yang garang, kenyataan yang kami dapati ia adalah seorang yang berhati baik. Kami disuruh menunggu di dekatnya. Ujarnya ia yang akan memberi tau kalau bus jurusan Pangalengan lewat. Oh iya kami juga diberi info oleh penjual minuman kemasan yang garang itu, kalau nanti membayarnya 10.000 rupiah saja.
Kami berpamitan kembali. Bus jurusan Pangalengan telah membawa kami melaju kejalananan yang meliuk-liuk bagaikan obat nyamuk. Waaahh... ternyata Pangalengan itu jauh dari kota Bandung. Mual-mual deh kami.
Pukul 09.00 kami sampai di Kecamatan Pangalengan, dan ternyata kami harus membayar 11.000 rupiah untuk perjalanan menuju Pangalengan ini. Tapi tak apalah, karena syukur kami tidak perlu jauh-jauh mencari dimana kecamatan Pangalengan berada. Karena di terminal Pangalengan tempat kami turun, persis sebelahnya adalah kantor kecamatan yang terletak diantara koramil dan puskesmas Pangalengan.
Sesampainya di sana kami sarapan terlebih dahulu. Tampak di mata kami ada penjual bakso di depan kecamatan. Kamipun memutuskan sarapan hari ini adalah bakso. Saat kami mendekat kearah penjual bakso itu, kami merasa senang karena ada seorang ibu yang sedang berbincang-bincang dengan bapak penjual bakso itu dengan menggunakan bahasa Jawa. Kami saling berpandangan karena saking senang menemukan orang Jawa di tengah hiruk pikuk Pangalengan yang membuat siapa saja beku karena dingin menggigitnya. Kami memesan bakso sembari bertanya kepada ibu yang duduk di sebelah kami dan bapak penjual bakso itu. Bertanya asal mereka dari mana. Ibu yang bernama ibu Puspa itu ternyata berasal dari Malang dan Bapak penjual bakso itu berasal dari Wonogiri. Dan kamipun bercengkrama di bawah tenda bakso depan kecamatan Pangalengan menggunakan bahasa Jawa, ah nyaman sekali rasanya.
Bu Puspa yang baik hati itu menawarkan kami untuk menginap di rumahnya bila kami belum ada tempat untuk beristirahat di Pangalengan ini. Kami berterimakasih atas kebaikan ibu Puspa sebelum ia pergi meninggalkan kami bertiga.
 Ada hal lucu dari Bu Puspa yang kami dapat dari beliau. Saat kami sedang menikmati bakso bu Puspa memberi nasihat kepada kami agar kami jangan sampai naksir cowok sunda, dengan nada ngotot dan berapi-api bu Puspa menasehati kami perihal hal itu. setelah bu Puspa selesai menasehati, kami baru bisa menyimpulkan ternyata pengalaman pribadinya menikah dengan orang sunda mebuat dirinya menyebarkan pemikirannya pada orang Jawa agar jangan menikah dengan orang Sunda.
Wess, gak bakal cocok dek, wong jowo karo wong sundo, ibuk dewe ki seng ngrasakke. Ojo sampe wong liyo ngrasakke koyo ibuk
Ujar bu Puspa menggebu, kamipun mengiyakan dengan alis mengkerut bingung.
Setelah selesai kami masuk ke kantor kecamatan. Di kecamatan kami disambut ramah oleh pegawai kantor. Setelah kami dipertemukan oleh salah satu staff kantor. Kami menjelaskan tujuan kami sembari memperlihatkan surat tugas kami. Akhirnya kami mendapatkan surat tugas kami dari kantor kecamatan tanpa harus terlebih dahulu ke Kesbanglinmas.
Setelah solat dzuhur kami melakukan perjalanan di titik pengamatan pertama kami yaitu desa Pulosari.
Letaknya tak begitu jauh dari kecamatan sekitar sepuluh menit perjalanan menggunakan ojek kami sampai di sebuah desa yang mempunyai danau cantik bernama Situ Cileunca. Dan beruntungnya kami membayar ojek tadi hanya sekitar 5000 rupiah saja.
Sesampainya kami di desa Pulosari kami langsung mengutarakan maksud kami sembari memperlihatkan dua surat tugas yang kami miliki. Surat tugas dari dosen dan surat tugas dari kecamatan.
Setelah menunjukkan dan menjelaskan  beberapa syarat pembahan ideal. Para staff desa Pulosari mecarikan tiga pembahan untuk kami. Kami menunggu tidak lama ada tiga pembahan yang datang dua ibu dan satu bapak. Setelah kami wawancarai akhirnya kami memilih ibu Rani sebagai pembahan kami.
Dan proses penelitianpun dimulai.
Setelah selesai kami berterimakasih kepada ibu Rani dan memberikan sebuah kenangan untuk bu Rani, tanda terimakasih telah mau membantu tugas kami di mata kuliah dialektologi ini.  Karena tau kami belum memiliki tempat menginap bu Rani menawarkan kami untuk menginap di rumahnya. Namun dengan halus kami menolaknya dan berterimakasih atas kebaikan ibu Rani.
Setelah selesai mewawancarai ibu Rani, kami ditawari oleh salah satu staff desa yang bernama ibu Imas untuk menginap di rumahnya. Namun ibu Imas dan beberapa staff desa memberikan pilihan kepada kami, mau menginap di rumah ibu Imas atau di kantor kepala desa ini. Setelah kami berbincang-bincang sebentar kami memutuskan untuk menginap di kantor kepala desa saja. Pikir kami, kami tidak ingin merepotkan bu Imas.
Jadilah kami menginap di kantor kepala desa.
Sore itu juga kami ingin jalan-jalan di sekitar desa Pulo sari. Kamipun akhirnya jalan-jalan disekitar danau Situ Cileunca yang Indah. Selesai menikmati Situ Cileunca kami mengobati rasa lapar kami dengan mencari warung makan yang ada di dekat desa Pulosari ini. Setelah bertanya dengan orang-orang di sekitar kami, ada ibu-ibu yang memberikan petunjuk jalan ke arah warung makan yang berada di sini.
“deket kok neeng, eneng-eneng tinggal jalan ajah kearah sana (sambil menunjuk kearah jalan menanjak)”
Kami berterimakasih ke ibu tersebut lalu beranjak menelusuri jalan yang ditunjuk oleh si ibu. Dan apa yang terjadi?? Ya Tuhan...!! benar kata pak Bowo, kata dekat bagi orang desa itu sama aja dengan kata “tinggal jalan satu setengah kilo lagi kok neeeng” hah!! Jauh banget kami jalannya waktu itu. Tapi kami nikmati saja perjalanan jauh kaki kami ini, bersama rintik-rintik gerimis manis sore hari di desa Pulosari.

29 April 2011
Pagi harinya kami melanjutkan perjalan ke titik pengamatan selanjutnya yaitu desa Sukaluyu. Kembali kami menggunakan Ojek untuk menuju ke desa Sukaluyu. Kami membayar 10.000 rupiah untuk perjalan yang agak jauh dari desa Pulosari sampai desa Sukaluyu.
Sesampainya di sana ternyata kantor kepala desa belum buka dan menunjukkan aktivitas. Akhirnya kami memutuskan untuk jalan-jalan  di kebun teh sekitar desa yang begitu indah. Tentunya kami tidak lupa untuk bernarsis ria di kebun teh yang begitu luaas itu. Ujar salah satu rekan kami Asa, bukit-bukit yang dipenuhi dengan tanaman teh itu seperti bukit-bukit di acara tivi anak-anak Teletubies. Hahaha...
Setelah puas kami bermain di kebun teh, kami kembali menjalankan misi penelitian kebahasaan kami. Saat kami kembali ke kantor kepala desa ternyata didalam kantor kepala desa telah menunjukkan aktivitas perkantoran. Setelah kami dipersilahkan masuk kembali kami mengutarakan niat kami dan menunjukkan dua surat tugas kami. Setelah itu kami mencari pembahan dengan berkunjung ke satu rumah, kerumah yang lain. Setelah kami putuskan, kami memilih ibu Tetik penjual cireng sebelah sekolah dasar di desa Sukaluyu yang menjadi pembahan kami.
Proses wawancarapun berjalan lancar. Dan setelah berfoto bersama kamipun pamit dan melanjutkan perjalanan selanjutnya.
Sebenarnya ketika kami akan melanjutkan perjalanan kami selanjutnya dari desa Sukaluyu ke titik pengamatan selanjutnya yaitu desa Margamukti. Kami berencana untuk melewati daerah yang disana terdapat Boscha. Namun kami belum beruntung rupanya, ujar tukang ojek yang akan mengantar perjalanan kami ke desa Margamukti, jalan menuju Boscha dari desa Sukaluyu rusak parah sehingga susah untuk dilewati. Finally kami melewati jalan lain walau dengan berat hati yang teramat dalam (lebaay).

Pukul 13.00 kami sampai di desa Margamukti setelah perjalanan panjang dengan Ojek dan membayar 17.500 rupiah.
Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya kami bertemu dengan staff desa yang mempertemukan kami dengan salah satu bapak RT di desa Margamukti. Setelah kami mengutarakan niat kedatangan kami dan menunjukkan surat tugas kami, kami diantar oleh bapak RT ke beberapa rumah warga yang salah satu diantaranya akan menjadi pembahan kami.
Sampailah kami dirumah Ibu Rosita wawancarapun dimulai dan berjalan dengan lancar. Setelah berfoto bersama kami pamit dan diantar oleh bapak RT di jalan yang ada kendaraan menuju ke kota Bandung.
Setelah sampai di jalan itu kami mampir di toko oleh-oleh untuk membeli beberapa oleh-oleh khas Pangalengan dan kemudian melanjutkan perjalan kembali ke kota Bandung menggunakan kendaraan L300 atau bus mini.
Sesampainya di Bandung Magrib menyambut kami. Kami sepakat tujuan kami selanjutnya adalah Cibaduyut. Kami juga berencana untuk mencari penginapan di dekat Cibaduyut. Setelah sampai kami mencari masjid dan solat. Saat di masjid kami ditanyai oleh beberapa ibu-ibu yang ada di masjid dan kami kembali terlibat dalam sebuah pebincangan. Saat kami bertanya disela-sela perbincangan tentang penginapan yang ada di Cibaduyut ini, ternyata kami mendapatkan jawaban yang tidak menyenangkan. Ternyata tidak ada penginapan di Cibaduyut ini. Yang ada hanyalah hotel bintang 5. Jelas kami harus mencari jalan lain. Plan B!.Setelah berdiskusi kami memutuskan untuk menginap di gang Soma, daerah Kiara Condong. Di sebuah home stay yang bernama Paksoma.
Selesai berbelanja di Cibaduyut yang  menyenangkan. Kami meluncur ke Kiara Condong dan menuju gang Soma tempat Home stay itu berada. Hari itu kami melepas lelah disebuah home stay yang nyaman dan murah. Semalam kami hanya membayar 60.000 rupiah saja. 
Paginya saat chek Out kami menitipkan barang bawaan kami yang berat di penginapan itu. karena kami ingin membeli tiket sembari jalan-jalan.
Setelah berjalan sebentar ke Arah stasiun Kiara Condong Kami langsung membeli tiga tiket ekonomi kereta Kahuripan. Dan kami hanya perlu membayar 25.000 saja sampai menuju Yogyakarta.
Setelah itu kamipun mbolang di kota Bandung menggunakan angkutan umum.
Setelah puas mbolang dan berbelanja di kota Bandung, kami kembali ke home stay dan berterimakasih serta berpamitan kepada pemilik penginapan. Kami menuju ke Stasiun Kiara Condong dengan perut yang lapar.
Setelah sampai di stasiun kami makan malam terlebih dahulu. Setelah selesai makan kami masuk ke peron stasiun. Saat waktu menunggu, kami kaget karena bertemu dengan kelompoknya Tutik, Indri dan Daniel. Alhasil kami heboh di stasiun dengan bahasa jawa, menceritakan kisah kami dua hari hidup di daerah asing ini. Setelah menunggu, jam yang berada di stasiun Kiara Condong ini menunjukkan pukul 20.45 kereta Kahuripan ekonomi kamipun datang dan kami berebut masuk kedalam kereta. Ya namanya juga kereta ekonomi, kami harus extra ngotot dong kalau kami punya tiket duduk dan tempat duduk kami diduduki oleh penumpang lain. Setelah perjuangan memperebutkan kursi kereta, akhirnya kami bertiga duduk dan menikmati perjalanan yang tidak akan terlupakan karena duduk didekat kamar mandi yang baunya minta ampun gak ketulungan. Haaah!!
30 April 2011
Pukul 07.00 kami sampai di stasiun Lempuyangan. Rasanya kami ingin tereak-tereak bersyukur karena sampai lagi di bumi yang manusianya berbahasa Jawa. Bagaimana tidak, saat di Bandung kepala kami seperti berputar-putar saat mendengarkan orang-orang menjawab pertanyaan yang kami lontarkan dengan jawaban bahasa sunda yang tidak kami mengerti.
Intinya kami bersyukur kami kembali dengan selamat sehat dan membawa serta data yang selama ini kami cari di tanah yang asing bagi kami itu, tanah Pangalengan.
Terimakasih Tuhan Engkau memudahkan urusan kami. Terimakasih.

2 komentar:

  1. kayaknya menarik ke bandung,kalo di paksoma homestay itu gimana kebersihannya?terutama wc nya?soalnya bln depan ad rencana ngebolang ke transstudio bandung&sekitarnya,mo nginep di paksoma

    BalasHapus
  2. Paksoma selain nyaman, kamar mandinya juga di dalam, bersih, rapi, nyamanlah untuk ukuran home stay di bandung dengan kisaran harga 60 ribu permalam. Hub aja 081809962316 atau 0813129314110

    juga bisa dilihat di webnya www.paksoma.blogspot.com ^^

    BalasHapus